KOTA KUPANG, Proklamator.com - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan dua orang tersangka dalam kasus pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen terkait peredaran beras oplosan dan tidak layak konsumsi di Kota Kupang.
Tersangka pertama berinisial M (36), pemilik kios di Pasar Inpres Naikoten I, diduga kuat mengoplos beras subsidi pemerintah jenis SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) ke dalam karung bermerek cap jeruk.
“Yang bersangkutan mengambil beras SPHP dari Bulog lalu mengemas ulang ke dalam karung lain dengan merek berbeda dan menjualnya di atas harga subsidi,” ujar Dirreskrimsus Polda NTT Kombes Pol Hans Rachmatulloh Irawan dalam konferensi pers, Kamis (9/10).
Beras SPHP yang semestinya dijual seharga Rp11.300 per kilogram itu, kemudian dilepas ke pasaran dengan harga Rp13.000 per kilogram, menyebabkan kerugian konsumen dan pelanggaran terhadap ketentuan harga eceran tertinggi (HET).
Dari hasil penyidikan, petugas menemukan bahwa M telah memperoleh sekitar 4 ton beras SPHP dari gudang Bulog. Polisi juga menyita barang bukti berupa ribuan kilogram beras, karung kosong berbagai merek, mesin jahit karung, serta dokumen izin usaha.
Tak hanya itu, aparat juga mengungkap kasus kedua yang melibatkan RA (45), pimpinan salah satu retail modern ternama di Kupang. RA diduga menjual beras premium merek Topi Kopi yang sudah rusak dan dipenuhi kutu.
Kasus ini mencuat setelah seorang warga bernama Imanuel melaporkan bahwa beras 20 kilogram yang dibelinya pada 13 Juli 2025 dipenuhi kutu. Setelah ditelusuri, total 1.790 kilogram beras rusak ditemukan dalam berbagai kemasan 5 kg, 10 kg, dan 20 kg.
Kedua pelaku kini dijerat dengan Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya mencakup pidana penjara dan/atau denda bagi pelaku usaha yang memperdagangkan barang tidak sesuai standar atau membahayakan keselamatan konsumen.
Polda NTT memastikan pihaknya akan terus mengawasi distribusi pangan di wilayahnya dan mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran yang merugikan masyarakat.
“Kami telah memeriksa enam orang saksi dan tiga ahli dalam proses penyidikan ini. Penindakan terhadap pelaku usaha nakal akan terus kami lakukan,” pungkas Hans.
(Red)